2014 PELUANG WIRAUSAHA BISNIS PROPERTI DI PUSAT BISNIS (CENTRAL BUSINESS DISTRICT) DENGAN POLA KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA (KASUS WILAYAH KAKI SURAMADU SISI SURABAYA)
M Ikhsan Setiawan,
Agus Sukoco and
Agus Dwi Sasono
No zjcnf, INA-Rxiv from Center for Open Science
Abstract:
Wirausaha bisnis properti menjadi primadona dalam 4 tahun terakhir. Badan Koordinasi Penanaman Modal menyatakan realisasi investasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan PMA (Penanaman Modal Swasta) sektor real estate, konstruksi serta perhotelan mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2010, dimana tahun 2013 mencapai Rp. 28,758 trilyun (BKPM, 2013). Bursa Efek Indonesia mencatat nilai kapitalisasi pasar (market cap) untuk sektor properti, real estate, dan konstruksi mencapai Rp 234,531 Trilyun (BEI, 2013). Survey Bank Indonesia menunjukkan dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan yang signifikan dalam harga jual unit strata title di Jabodetabek, Banten dan Bandung untuk segmen perkantoran, ritel, kondominium dan lahan industri, serta peningkatan tarif sewa properti komersial dan tarif hotel bintang 3, 4 dan 5 (BI, 2013). Boston Consulting Group dalam risetnya menyatakan salah satu faktor pendorong belanja konsumen dalam bentuk pemilikan/investasi properti adalah meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia saat ini mencapai 74 juta jiwa dan tahun 2020 akan mencapai 141 juta jiwa (BI, 2013). Sehingga dipastikan bisnis properti akan menjadi andalan investasi dalam 10-20 tahun yang akan datang dibutuhkan wirausaha baru agar bisnis properti ini semakin berkualitas dan kompetitif. Peluang bisnis properti semakin luas dengan terbukanya pemerintah daerah untuk bekerjasama agar diperoleh peningkatan pendapatan daerah. Otonomi daerah melalui Undang-undang nomor 22/1999 dan nomor 34/2004 menuntut pemerintah propinsi, kabupaten dan kota melakukan inovasi peningkatan pendapatan daerah, hal tersebut terlihat pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2013 dengan defisit keuangan daerah mencapai Rp 54,217 Trilyun (Kemendagri, 2013). Potensi pendapatan daerah seharusnya mampu menutupi defisit bila melihat laporan neraca pemerintah daerah se-Indonesia pada tahun 2010 terdapat aset tanah pemda senilai Rp 558,456 Trilyun dan aset gedung/bangunan pemda senilai Rp 228,343 Trilyun (Kemendagri, 2010). Pengembangan ekonomi daerah dapat berupa kolaborasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan Swasta. Public-Private Partnership (Kerjasama Pemerintah-Swasta) menjadi salah satu solusi pembangunan daerah guna tercapainya peningkatan perekonomian wilayah dan telah terbukti di beberapa negara tetangga antara lain di Malaysia dan Singapore
Date: 2017-08-21
References: Add references at CitEc
Citations:
Downloads: (external link)
https://osf.io/download/599b0c2eb83f69025366bf1b/
Related works:
This item may be available elsewhere in EconPapers: Search for items with the same title.
Export reference: BibTeX
RIS (EndNote, ProCite, RefMan)
HTML/Text
Persistent link: https://EconPapers.repec.org/RePEc:osf:inarxi:zjcnf
DOI: 10.31219/osf.io/zjcnf
Access Statistics for this paper
More papers in INA-Rxiv from Center for Open Science
Bibliographic data for series maintained by OSF ().